Pecaaaaaaaaahhhh, Persib Menanggggggggg, Persib Juaraaaaaaaaaaaaaaaaa!!
Teriakan
kegembiraan memecah kesenyapan Kota Bandung usai Achmad Jufriyanto
melesatkan si kulit bundar ke gawang Persipura yang dijaga Dede
Sulaeman. Rona langit yang kelam berubah warna warni oleh kemeriahan
kembang api dan petasan. Semua warga Bandung larut dalam kegembiraan.
Berbagai macam bentuk perwujudan kegembiraan mulai dari sujud syukur,
histeris hingga bersuka cita dengan konvoi keliling Kota Bandung.
Hashtag #PersibJuara dan #PersibDay dengan segera menjadi trending topic di dunia maya.
Karena ini bukan tentang siapa atau apa, tapi ini tentang Persib, tim
sepakbola kesayangan warga Jawa Barat, khususnya warga Kota Bandung
yang selalu menjadi topik di angkot, di bus kota, di warung kopi, di
cafe-cafeé dan mereka yang nongkrong di pinggir jalan. Kota Bandung
seolah tanpa nyawa jika Persib rihat dan
bergairah kembali ketika Persib bermain. Walaupun hampir 20 tahun tidak
pernah meraih juara pertama, selalu ada kata maaf untuk Persib. Tak ada
kata ‘kalah’, yang ada adalah Persib selalu ‘nyaris’ menang.
Persib
bak agama kedua warga Bandung. Tim yang lahir tahun 1933 ini mewarnai
kehidupan warga Bandung turun temurun. Kakek, nenek hingga cucu hafal
luar kepala siapa nama pelatih Persib, siapa kiper, siapa kapten dan
siapa pencetak gol terbanyak. Mereka sangat menyayangi Persib. Semua
cinta Persib, semua seolah tergila-gila pada Persib. Bahkan warga
pendatang yang berdagang di Bandung terkena virusnya. Ketika harga
kertas masih terjangkau, berbagai
tabloid tentang Persib selalu tandas diserbu pecintanya. Ada yang
bernama Maung Bandung, Suara Persib, Bobotoh, 100 % Persib, tercatat
kurang lebih 10 tabloid dengan topik Persib Bandung pernah terbit dan
laris manis diserbu penggemar fanatiknya.
Tak berlebihan, ketika peraturan mewajibkan Persib sebagai tim sepak bola profesional mengubah badan hukumnya menjadi PT
Persib Bandung Bermartabat pada tahun 2009. Maka banyak pihak tanpa
segan berinvestasi sehingga Persib termasuk klub sepakbola terkaya di Indonesia. Konon kekayaannya mencapai Rp 2,24 triliun. Sebetulnya tidak aneh jika melihat asset yang dimiliki, bahkan seharusnya bisa lebih kaya lagi jika penjualan merchandise, tiket dan semua hal yang berkaitan dengan Persib dijual secara eksklusif. Tidak seperti sekarang, t-shirt
Persib dengan nama/nomor pemain pujaan dengan mudah ditemui di lapak
pedagang kaki lima (PKL) yang bertebaran sepanjang Kota Bandung, Tapi
bukan Persib nu aing (Persib milik kita) jika wong cilik tidak mampu membeli dan memakai jersey Persib, klub kesayangan warga Bandung.
Dan
apa hubungannya dengan Ridwan Kamil yang bertelanjang dada? Ah itu dia,
sebagai pemimpin warga Bandung tentu saja sebaiknya dia tidak duduk
manis di depan layar. Tapi ikut menemani bobotoh (supporter fanatik
Persib) yang berjumlah ribuan untuk menonton laga semifinal di stadion
Stadion Jakabaring, Palembang pada Selasa 4 November 2014. Keberhasilan
Persib maju ke semi final merupakan prestasi membanggakan yang tidak
terjadi setiap musim. Sehingga ketika para bobotoh dilarang masuk karena
menggunakan t-shirt
berlambang Persib maka pilihannya adalah membuka baju. Ridwan Kamilpun
ikut membuka baju sebagai bentuk solidaritas agar suasana tidak semakin
memanas. Karena umumnya mereka tidak membawa baju ganti. Berangkat ke
Palembang hanya bermodal nekad. ada yang menjual ponsel, menggadaikan
barang dan meminjam uang ke tetangga. Pokoknya mau nonton Persib
berlaga, karena Persib nu aing ^-^
Suasana kebatinan ini yang banyak tidak dimengerti oleh pihak yang mengkritik tindakan Ridwan Kamil. Bobotoh
berjumlah ribuan orang itu adalah warganya. Mereka terjebak dalam
kegairahan ingin menang dan takut kalah. Melupakan lapar, mengantuk dan
dahaga. Yang didamba hanyalah menonton laga Persib. Ketika hal tersebut
dilarang, kemungkinan apa yang akan terjadi? Bisa apa saja. Tembok pagar
Stadion Siliwangi Bandung tempat Persib berlaga pernah dijebol bobotoh
yang tak terpuaskan hanya menonton lewat layar. Hal buruk yang tentunya
tidak diingini semua pihak terjadi di lembur batur (kampung orang).
Banyak
hal yang harus diantisipasi Ridwan Kamil, diantaranya ketakutan bentrok
dengan oknum Jakmania, suporter Persija. Seperti diketahui, 2 suporter
fanatik ini selalu berseteru, dampaknya cukup vital, beberapa kali usai
berlaga plat nomor B menjadi sasaran amuk oknum bobotoh. Aneh juga
sebetulnya ya, kok warga Bandung yang kebetulan memiliki mobil dengan
plat B harus terkena imbasnya? Bisa dibayangkan rentannya ribuan bobotoh
yang menggunakan puluhan bus dalam perjalanan pergi dan pulang dari
Palembang. Apapun bisa terjadi.
Terlebih
kemenangan Persib Bandung terhadap Arema Cronus di semi final membuat
banyak bobotoh bertahan di Palembang untuk menonton laga final antara
Persib Bandung dan Persipura. Laga yang sungguh prestisius karena dari
10 pertemuan terakhir belum pernah sekalipun Persib unggul dari tim asal
Papua tersebut. Keinginan kuat bobotoh sebagai pemain ke 12, bercampur
ketakutan kalah tentunya menjadi perasaan ngeri-ngeri sedap yang bisa
berujung ricuh.
Banyak
yang dilakukan Ridwan Kamil agar suasana tetap kondusif. Mulai dari
menghapus corat coret yang dilakukan warganya hingga antisipasi dengan
menjaga komunikasi dengan mereka. Di setiap tweetnya terlihat bahwa Kang
Emil (panggilan Ridwan Kamil) menempatkan orang kepercayaan (staffnya)
agar bobotoh terjamin. Yah minimal jangan sampai kelaparan di Palembang.
Untuk itu Kang Emil melelang kaos kojo (kaos kesayangan)nya untuk membiayai para bobotoh.
Dan
derrr…… pada hari Jumat malam, tanggal 7 November 2014, seusai
mayoritas warga Kota Bandung hampir tak bernafas melihat gawang I Made
Wirawan (kiper Persib Bandung) jebol berkali-kali hingga akhirnya sanggup menahan tendangan Alom(Persipura). Tendangan Ahmad
Jufriyanto menjadi penentu kemenangan Persib Bandung setelah merobek
gawang Dede Sulaiman, penjaga gawang Persipura. Pesta tangis bahagiapun
pecah. 19 tahun penantian yang berbuah manis.
Pesta
sering melenakan, melupakan banyak tindakan tidak terpuji. Selain aksi
corat coret juga membuang sampah sembarangan, untuk itu Kang Emil turun
langsung memimpin aksi bersih-bersih. Tentu saja para pewarta merasa
asyik mendapat objek liputan baru. Objeknya Walikota yang memberi contoh atas ajakan menjaga lembur batur, agar imbauannya diikuti dan dilaksanakan.
Selesai? Belum, masih ada konvoi mengarak tropi Indonesia Super League (ISL) dan Pesta
rakyat untuk merayakan kemenangan pada hari Minggu, 9 November 2014.
Agak menakutkan karena sebelumnya 36 bus yang berisi rombongan bobotoh
yang menuju pulang ke Bandung diserang oknum hingga
puluhan orang luka-luka. Khawatir terjadi balas dendam, jauh sebelum
peristiwa terjadi Kang Emil berulang kali menyerukan:
“Warga
Bandung adalah warga yang ramah someah dan santun. jika besok pawai,
omat, jgn sampe ada yg mengganggu & merusak kendaraan org lain.”
“Bobotoh,
omat, kegembiraan jgn sampai berlebihan bahkan berbuat tidak baik kpd
mobil2 non Bandung. Orang bandung mah santun dan someah.”
Di media social (twitter dan FB), anjuran tersebut di retweet ribuan kali. Baik dari akun Kang Emil maupun akun-akun lainnya. Toh kejadian tak diinginkan tetap terjadi, seorang penumpang kendaraan berplat B mendapat intimidasi hingga mobilnya rusak.
Mendengar kabar tersebut, Kang Emil yang sedang membayar nazar mencukur rambut hingga gundul bersama Farhan, Direktur PT Persib Bandung Bermartabat (PT PBB) dan Nico Siahaan, anggota DPR RI wakil dari Jabar 1, berjanji untuk mengganti.
Cukup?
Belum. Warga Kota Bandung rupanya tumpah ruah mengisi jalan-jalan Kota
bandung untuk melihat tim Pangeran Biru mereka diarak dengan menggunakan
Bandung Tour On The Bus (Bandros). Sehingga konvoi tidak tuntas karena
macet diseantero Kota Bandung. Kang Emil menganjurkan pada warga yang
ingin melihat tropi dan pemain Persib agar berjalan kaki ke Gasibu.
Karena
sama-sama terjebak macet, Kang Emil beserta istri, anak dan manajemen
Persib berjalan kaki sejauh 4 kilometer dari rumah dinas (pendopo)
menuju Gasibu. Agar dapat mengikuti Pesta Rakyat, pesta kemenangan
Persib. Mereka melintasi kawasan Cikapundung Timur, Braga, Jl Perintis
Kemerdekaan, Jl Jawa, Jl Sumbawa, Jl Lombok, lalu masuk lewat belakang
Gedung Sate. Hmmmm, bukan jarak yang dekat. Tetapi bukankah bukan
waktunya pemimpin hanya memberi instruksi?
Jika meminta warganya menjaga kebersihan, dia harus memberikan teladan.
Demikian juga ketika jalan-jalan diseantero Kota Bandung macet,
walaupun dia bisa minta bantuan vojrider untuk membuka jalan baginya,
Kang Emil tidak melakukannya. Dia memilih meninggalkan kendaraan dinas
dan berjalan, seperti warganya, sesuai instruksi yang diberikan pada
warganya
Mungkin sekian info dari tentang Artikel berita Olahraga ini,,tunggu dari Artikel-artikel ane yang selanjutnya
Terimakasih sudah mampir di blog ane . . . .
Terimakasih sudah mampir di blog ane . . . .
http://.www.beritaolahraga99.blogspot.com
Tag:demi,persib,ridwan,kami,telanjang,dada
Tag:demi,persib,ridwan,kami,telanjang,dada
0 komentar:
Posting Komentar